Kudus merupakan seruan aklamasi umat yang “Berpadu dengan para penghuni surga” dalam memuliakan Allah (PUMR 79.b). Berpadu dengan penghuni surga itu tampak dalam kata-kata prefasi bagian akhir yang dinyanyikan atau diucapkan oleh imam: “Bersama para malaikat dan orang kudus, kami memuliakan Dikau dengan tak henti-hentinya bernyanyi/berseru”. Dengan meng-gabungkan diri dengan para penghuni surga, diungkapkan dengan jelas sifat liturgi Gereja yang merupakan antisipasi liturgi surgawi. Aklamasi Kudus ini seolah mau mengantar jemaat mengalami saat kemuliaan ilahi, bernyanyi bersama para malaikat (Serafim), pertemuan antara liturgi manusiawi dan surgawi. Inilah aklamasi terpenting dalam perayaan Ekaristi.
Idealnya, aklamasi Kudus itu langsung dinyanyikan atau diucap-kan seluruh umat beriman seketika imam selesai menyanyikan atau mengucapkan bagian akhir prefasi. Dengan demikian, tampak bahwa Kudus menjadi satu aliran tindakan dalam memuji dan memuliakan Allah sejak prefasi hingga bagian Doa Syukur Agung selanjutnya. Kudus memang bagian yang tak terpisahkan dari DSA, dan mesti dilambungkan oleh seluruh jemaat bersama imam. (PUMR 79.b.) Itulah sebabnya bagian aklamasi Kudus ini tidak boleh dihilangkan dan secara paling baik dinyanyikan sesuai dengan isinya yang melambungkan pujian kepada Allah.
Isi aklamasi kudus tersusun dari dua teks Kitab Suci.
Pertama, seruan aklamasi Kudus dihubungkan dengan seruan para Serafim dalam Yes 6:3b: “Kudus, kudus, kuduslah TUHAN semesta alam, seluruh bumi penuh dengan kemuliaan-Nya!”
Kedua, seruan aklamasi Kudus ini ditambahi dengan seruan Hosana pada Mat 21:9 yang sebagian merupakan kutipan dari Mzm 118:26: “Hosana bagi Anak Daud, diberkatilah Dia yang datang dalam nama Tuhan, hosana di tempat yang mahatinggi.” Dalam TPE 2005, kata ‘Hosana’ ini diterjemahkan dengan kata “Terpujilah”.
Aklamasi seruan “Kudus, kudus” diarahkan kepada Allah Bapa, sedangkan “Terpujilah Yang datang dalam nama Tuhan” ditujukan kepada Tuhan Yesus Kristus.